Kamis, 06 Juni 2013

Semua tentang crane FIGEE & UH-995

1.Crane FIGEE
Crane FIGEE dibeli oleh perusahaan Staats Spoorwegen dari pabrik Haarlem (Belanda). Crane FIGEE mulai bertugas sejak tahun 1918.  Crane ini merupakan crane tertua yang beroperasi dalam membantu proses evakuasi kecelakaan kereta api. Crane FIGEE berada di balai yasa Manggarai, Jakarta.
Operasional crane FIGEE menggunakan tenaga uap dengan bahan bakar batubara atau kayu jati. Crane ini memiliki berat 66 ton, 4 kaki tambahan dan jangkauan belalai (boom) sejauh 20 meter. Crane ini sanggup mengangkat beban hingga 40 ton dan mampu berjalan sendiri dengan kecepatan 5 km/jam. Crane FIGEE juga dilengkapi dengan gerbong GR 2495. Gerbong GR 2495 digunakan untuk mengangkut alat-alat derek.
Crane FIGEE terakhir bertugas pada tahun 1987 ketika membantu evakuasi kecelakaan kereta api di daerah Bintaro, Tangerang.  
Mengingat crane FIGEE ini merupakan barang langka dan hanya satu-satunya yang tertinggal di Indonesia maka balai yasa Manggarai segera mengambil tindakan untuk melakukan konservasi / preservasi terhadap crane FIGEE. Pada awal tahun 2009, balai yasa Manggarai memindahkan crane FIGEE ke tempat yang lebih aman agar terhindar dari kerusakan yang lebih parah akibat cuaca. Langkah selanjutnya adalah melakukan kegiatan kebersihan dari sampah dedaunan dan debu yang menempel pada crane. Setelah bersih, kemudian dilakukan perbaikan terhadap bagian-bagian tubuh crane yang telah rusak dan pengecatan ulang.


 2.Crane UH-995
Railway-Crane seri UH-995 diperkirakan datang di Indonesia pada dekade 1890-an sebanyak 2 unit ditempatkan di dipo lokomotif Semarang Poncol dan dipo lokomotif Sidotopo. Kedua railway-crane tersebut saat ini sudah tidak bisa dipergunakan lagi dan hanya tersisa 1 unit yaitu di dipo lokomotif Semarang Poncol sejak tahun 1990-an.
Pusat Pelestarian Benda Dan Bangunan PT Kereta Api Indonesia (Persero) segera mengambil tindakan untuk melakukan konservasi / preservasi terhadap benda tersebut karena merupakan barang langka dan hanya satu-satunya yang tertinggal di Indonesia. Langkah pertama adalah memindahkan benda tersebut ke Museum Ambarawa dalam upaya penyelamatan dari kerusakan yang lebih parah akibat cuaca dan ulah manusia.
Langkah selanjutnya adalah melakukan perbaikan agar mampu dioperasikan kembali baik sebagai benda pamer “live-museum” atau dipergunakan sebagai peralatan bantu di dipo lokomotif uap Ambarawa karena selama ini dipo tersebut tidak memiliki perangkat railway-crane yang memadai  untuk mendukung pemeliharaan lokomotif uap B25 02 dan B25 03 jika harus dilakukan perawatan besar.
Pada prinsipnya konservasi / preservasi terhadap benda ini tidak sulit karena terdiri dari peralatan mekanik (manual) tanpa menggunakan mesin. Hanya beberapa suku cadang masih harus dibuat karena tidak ada lagi di pasaran. Beberapa modifikasi yang pernah dilakukan semasa operasi akan dikembalikan lagi pada konstruksi dan struktur aslinya.
Beberapa modifikasi yang pernah dilakukan adalah pada alat penyambung (tolak tarik) yang semula menggunakan ganco telah diganti menjadi otomatik. Gandar yang semula menggunakan “plat-bearing” telah diganti menjadi “roller-bearing”. Kedua jenis teknologi suku cadang tersebut kebetulan masih ada saat ini walau bukan asli milik  asli crane UH-995 namun struktur dan konstruksinya sama.
Dengan di-konservasi-nya railway-crane UH-995 ini, maka Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki koleksi rail-crane selain negara Inggris dan Jepang yang memiliki koleksi railway-crane lebih lengkap.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

By :
Free Blog Templates

G
O
L
B
Y
M
O
T
E
M
O
C
L
E
W