Crane FIGEE dibeli oleh perusahaan
Staats Spoorwegen dari pabrik Haarlem (Belanda). Crane FIGEE mulai
bertugas sejak tahun 1918. Crane ini merupakan crane tertua yang
beroperasi dalam membantu proses evakuasi kecelakaan kereta api. Crane
FIGEE berada di balai yasa Manggarai, Jakarta.
Operasional crane FIGEE menggunakan
tenaga uap dengan bahan bakar batubara atau kayu jati. Crane ini
memiliki berat 66 ton, 4 kaki tambahan dan jangkauan belalai (boom)
sejauh 20 meter. Crane ini sanggup mengangkat beban hingga 40 ton dan
mampu berjalan sendiri dengan kecepatan 5 km/jam. Crane FIGEE juga
dilengkapi dengan gerbong GR 2495. Gerbong GR 2495 digunakan untuk
mengangkut alat-alat derek.
Crane FIGEE terakhir bertugas pada tahun 1987 ketika membantu evakuasi kecelakaan kereta api di daerah Bintaro, Tangerang.
Mengingat crane FIGEE ini merupakan
barang langka dan hanya satu-satunya yang tertinggal di Indonesia maka
balai yasa Manggarai segera mengambil tindakan untuk melakukan
konservasi / preservasi terhadap crane FIGEE. Pada awal tahun 2009,
balai yasa Manggarai memindahkan crane FIGEE ke tempat yang lebih aman
agar terhindar dari kerusakan yang lebih parah akibat cuaca. Langkah
selanjutnya adalah melakukan kegiatan kebersihan dari sampah dedaunan
dan debu yang menempel pada crane. Setelah bersih, kemudian dilakukan
perbaikan terhadap bagian-bagian tubuh crane yang telah rusak dan
pengecatan ulang.
2.Crane UH-995
Railway-Crane seri UH-995 diperkirakan
datang di Indonesia pada dekade 1890-an sebanyak 2 unit ditempatkan di
dipo lokomotif Semarang Poncol dan dipo lokomotif Sidotopo. Kedua
railway-crane tersebut saat ini sudah tidak bisa dipergunakan lagi dan
hanya tersisa 1 unit yaitu di dipo lokomotif Semarang Poncol sejak tahun
1990-an.
Pusat Pelestarian Benda Dan Bangunan PT
Kereta Api Indonesia (Persero) segera mengambil tindakan untuk melakukan
konservasi / preservasi terhadap benda tersebut karena merupakan barang
langka dan hanya satu-satunya yang tertinggal di Indonesia. Langkah
pertama adalah memindahkan benda tersebut ke Museum Ambarawa dalam upaya
penyelamatan dari kerusakan yang lebih parah akibat cuaca dan ulah
manusia.
Langkah selanjutnya adalah melakukan
perbaikan agar mampu dioperasikan kembali baik sebagai benda pamer
“live-museum” atau dipergunakan sebagai peralatan bantu di dipo
lokomotif uap Ambarawa karena selama ini dipo tersebut tidak memiliki
perangkat railway-crane yang memadai untuk mendukung pemeliharaan
lokomotif uap B25 02 dan B25 03 jika harus dilakukan perawatan besar.
Pada prinsipnya konservasi / preservasi
terhadap benda ini tidak sulit karena terdiri dari peralatan mekanik
(manual) tanpa menggunakan mesin. Hanya beberapa suku cadang masih harus
dibuat karena tidak ada lagi di pasaran. Beberapa modifikasi yang
pernah dilakukan semasa operasi akan dikembalikan lagi pada konstruksi
dan struktur aslinya.
Beberapa modifikasi yang pernah
dilakukan adalah pada alat penyambung (tolak tarik) yang semula
menggunakan ganco telah diganti menjadi otomatik. Gandar yang semula
menggunakan “plat-bearing” telah diganti menjadi “roller-bearing”. Kedua
jenis teknologi suku cadang tersebut kebetulan masih ada saat ini walau
bukan asli milik asli crane UH-995 namun struktur dan konstruksinya
sama.
Dengan di-konservasi-nya railway-crane
UH-995 ini, maka Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki
koleksi rail-crane selain negara Inggris dan Jepang yang memiliki
koleksi railway-crane lebih lengkap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar